KWAK - Topeng Diri


Manusia hidup untuk menjalani dan menikmati masa-masa selama di dunia. Membentuk, menciptakan dan memperbaiki, itulah yang dilakukannya. Berinovasi dan berimajinasi. Itu dilakukan untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. Namun, sadarkah? Bahwa pengakuan "manusia yang bermanfaat bagi sesama" justru tidak selalu menjadi tujuan utama seseorang. 

Ada hal yang terbesit dalam hati untuk terus berkreasi dan menjadi lebih dan lebih untuk diri sendiri dan orang lain dengan menempatkan dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada di dalam dirinya. Itulah yang dimaksud dengan Aktualisasi Diri, menurut analisis yang telah dilakukan oleh teoretikus sekaligus pelopor psikologi humanistik, Abraham Maslow (1908-1970).

Seseorang merasa perlu memiliki karakteristik pribadinya sendiri. Menurut Maslow, ada diantaranya dengan karakteristik spontanitas tinggi, berotonomi pribadi, freshness of appreciation dan juga unhostile

Spontanitas tinggi merupakan salah satu karakter dengan alamiah terjadi pada seseorang, refleks tanpa disengaja atau bahkan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Biasanya seseorang dengan kepribadian ini tidak mampu berpura-pura dalam menanggapi sesuatu tetapi sesuai dengan apa yang dikatakan oleh hatinya.   

Otonomi pribadi merupakan salah satu karakteristik dengan perasaaan puas yang tinggi terhadap diri sendiri, memiliki 'batas' dan kewenangan untuk dirinya sendiri dalam berkepribadian dan lebih menyukai sesuatu yang bersifat persahabatan mendalam. Seseorang dengan karakteristik ini cenderung  membuat pribadinya sesuai dengan yang diinginkan dan memperbaiki apa-apa yang dirasa masih kurang baik untuk dirinya.  

Freshness of Appreciation merupakan karakter yang mampu melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dan kreatif sehingga mampu menciptakan sesuatu hal yang baru. Sedangkan, karakteristik unhostile, saat ini sedang mendominasi lingkungan. Membuat lelucon yang kemudian menertawakan diri sndiri atau kondisi masyarakat umum saat itu, sikap humoris yang tidak agresif dan tidak mengintimidasi orang lain atau kelompok tertentu.

Semua manusia memiliki karakter yang berbeda-beda, walau mereka berasal dari satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Tidak selalu sama hanya karena ikatan keturunan tetapi bisa jadi serupa atau mendekati karena faktor lainnya. 

Jurnal Dianna Ratnawati (2015) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi karakter antara lain faktor internal dan eksternal. 

Faktor internal yakni berasal dari diri sendiri dan salah satunya adalah soft skill (interpersonal dan intrapersonal skill).  Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh negara Inggris, Amerika dan Kanada, terdapat 23 jenis soft skills, diantaranya yakni inisiatif, motivasi, kreatif, manajemen diri, dan manajemen waktu. 

Faktor Eksternal yakni berasal dari lingkungan sekitar, dan salah satunya adalah lingkungan keluarga. Manusia hidup dan pertama kali mendapat asuhan serta pendidikan adalah dari keluarganya. Pada dasarnya, terdapat 3 aspek pada faktor ini antara lain a) kondisi ekonomi keluarga, b) kerekatan orang tua dan anak, serta c) pola asuh/cara orang tua mendidik anak. aspek tersebut yang akan membangun karakter seorang anak yang kemudian terbiasa hingga menjadi dewasa dan telah mampu menentukan bagaimana kepribadiannya.

Source: binuscareer.com

Penduduk bumi saat ini diperkirakan mencapai 7,5 miliar jiwa. Bervariasi karakter yang tampak pada masing-masing individu. Namun, karena sudah telalu banyak manusia di muka bumi ini apakah kita dapat dengan mudah mengetahui karakter seseorang seperti apa? Bahkan mungkin saat ini sudah banyak orang yang menggunakan Topeng Diri untuk menutupi diri dan menyimpan karakternya lalu mengganti dengan jenis sikap yang disenangi oleh masyarakat.  

Hampir setiap dari kita saat ini memiliki topeng diri masing-masing. Ada yang bertopeng baik, ada yang bertopeng tidak menyenangkan, ada pula topeng pantomim yang tidak mengungkapkan sesungguhnya dan tidak mengekspresikan karakter dari topeng dirinya itu sendiri. Topeng diri berbeda dengan topeng yang sering dijajaki, bukan sekedar topeng melainkan citra. 

Ya, di berbagai media dan jurnalistik sudah banyak yang menggunakan kata citra ini (bukan nama manusia, ya). Citra merupakan gambaran yang terlihat atau terwujud yang dimiliki oleh seseorang, dan citra ini terbagi menjadi citra baik dan citra tidak baik. Seorang dengan citra baik akan dinilai baik dan dihargai oleh masyarakat sedangkan seorang dengan citra tidak baiknya akan dinilai buruk atau tidak baik atau tidak menyenangkan, tidak dihargai, tidak diterima dan kemudian diasingkan. Demikianlah yang terjadi berbagai belahan di dunia.

Manusia selalu ingin diterima keberadaan dan identitasnya. Mereka berlomba-lomba dalam mencari perhatian, mencari hal yang baru dan menjadi yang terbaik. Berupaya untuk belajar dan terus belajar memperbaiki diri dari belum menjadi apa-apa hingga menjadi seornag yang mampu berdiri sendiri. Terkadang juga mereka menggunakan topeng dirinya, karena dengan demikian akan memudahkan mereka dalam penerimaan di masyarakat. 

Manusia yang baik, penuh dengan kelembutan, penuh dengan kreatifitas, imajinatif, produktif, menyenangkan dan sebagainya. Mereka ingin dikenal demikian. Tentu, karena tidak ada yang ingin dikenal sebagai seorang yang tidak baik, kasar, curang, keras kepala dan tidak mampu menerima apa ada pada masyarakat.

Husnudzon. Ya, manusia harus selalu berprasangka baik kepada siapapun dan tidak menghardik seseorang berdasarkan penilaian yang subjektif pada sudut pandangnya saja. Banyak kasus telah terjadi di Indonesia mengenai topeng diri ini, yang sedikit demi sedikit terungkap oleh umum. Yang memang memiliki karakter baik akan tetap menjadi cerminan yang baik di mata masyarakat, lalu bagaimana dengan sebaliknya?

 Ingat, Husnudzon pada Tuhan Yang Maha Kuasa (bagi muslim, Allah swt). Jika memang di balik topeng diri itu terdapat pribadi yang tidak sesuai dengan apa yang terlihat dan diketahui masyarakat, maka berpikirlah positif bahwa mungkin saja mereka tersesat untuk menemukan jalan yang tepat dalam pencapaian. Mungkin pula mereka belum mengetahui bagaimana caranya menemukan karakter baik mereka yang sesungguhnya adalah pasti ada dalam diri setiap manusia. 

Setiap manusia punya perbedaan cara berkomunikasi, berinteraksi dan berekspresi. Namun, sejatinya kita adalah sama yakni manusia yang hidup sementara hanya untuk mencari kebaikan di dunia dan bekal baik untuk akhirat, yang hakikinya adalah untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah swt).

Apapun karaktermu, bagaimanapun didikan lingkunganmu dan seperti apa topeng diri yang sedang berperan saat ini bersama diri dan karaktermu, hargai setiap nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya. Tidak ada manusia yang jahat, yang ada hanyalah mereka yang tersesat dan salah jalan dalam menempuh hidup. 

Tidak ada topeng diri atau citra yang tidak baik, yang ada hanyalah sifat keserakahan yang mendominasi karena bisikan syaitan sehingga seorang tidak mampu melihat dengan jernih bagaimana sebaiknya hidup itu berlangsung dengan baik dan damai. 

Oleh karena itu, darimanapun asalmu, apapun keturunanmu, bagaimanapun rupa dan keadaanmu, saya mengajak para pembaca untuk jadilah pribadi yang baik dengan menumbuhkan rasa percaya diri dan angkatlah karaktermu dengan topeng diri yang keduanya adalah baik. Mari bangun bersama, untuk hidup sementara ini yang lebih baik.
(SBK)









Reference:
http://www.dw.com/id/saat-penduduk-bumi-membludak/g-37546698
http://www.praswck.com/aktualisasi-diri-menurut-abraham-maslow

Ratnawati, Dianna., dkk. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Karakter Holistik SIswa SMKN Kota Malang. Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2015.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Just Intermezzo~~

Di Balik Mata

"Siapkah Menikah?" Part 2