Silver Time (2) End







Bismillahirrahmaanirrahiim…
Assalamu’alaikum wr wb.





In syaa Allah, izinkan ku untuk melanjutkan kembali cerita yang sebelumnya ya.



***


Yang dapat ku lakukan adalah menangis di bawah meja sekolah, ketika yang lainnya sedang bermain di luar. Terkadang, ku bawa Al-Qur’an kecil dari mama untuk selalu ku baca di jam istirahat. Memang, terkadang lubang hitam atau yang terkait akan menjadi baik, tetapi entah kapan akan berubah lagi. Sering kami tilawah bersama (hanya dengan salah seorang diantaranya), tetapi di masa puncaknya, kami sama sekali tidak dekat.

Terkadang hanya hawa “dingin” yang menemaniku saat sedang sendirian di ruang kelas. Menunggu kembalinya pelajaran berlangsung. Aku merasa tidak sendiri walau sebenarnya sedang sendiri.

Hingga, tubuh ini sempat menolak untuk tetap bertahan kuat.
Sakit yang hampir setiap bulan muncul (namun entah sakit apa pastinya), sikap yang tiba-tiba berubah hampir drastis, konsentrasi di sekolah menurun, bahkan kegelisahan saat hendak bertemu siapapun terkait lubang hitam.

Anak seusia itu, menghadapi semuanya sendiri? Percaya?
Hingga final-nya adalah aku mengalami gangguan sosial. Tidak ingin bergabung dengan teman sebaya, merasa takut ketika harus berkelompok dengan yang terkait lubang hitam, dan merasa tidak percaya diri pada siapapun.

Semua orang terlahir baik, tetapi akan tercetak seperti apa saat dewasa itu tergantung pada apa yang membawa mereka juga bergantung saat remaja.

Aku merasa sudah banyak terzalimi oleh orang lain, terutama lubang hitam.
Semua itu dilewati sendiri, hingga akhirnya orang tua pun menyadari ada yang tidak beres dengan anak sulungnya. Ya, berkali2 aku diperiksakan ke dokter dan akhirnya “bertemu” dengan satu-satunya penyebab semua kendala dan perubahan terjadi padaku.

Mana ada orang tua yang tidak memedulikan anak kandungnya saat sedang dalam masalah?
Akhirnya mereka sepakat untuk melaporkan hal ini kepada pihak sekolah agar segera ditindaklanjut.

Namun, tahu apa yang terjadi? Bukan hal baik yang terjadi tapi justru seperti petir siang bolong yang menyambar tiba-tiba saat itu. Si pemeran justru semakin mendapat hujatan, ia dikelilingi lubang hitam yang menyeburnya sebagai “pengadu”.

Siapa yang mengadu?

Ia dihakimi di kelas dengan semua kata-kata kasar dan keras, gebrakan meja, dan keributan yang dahsyat. Siapa yang harus disalahkan?
Karena telah lelah dan memuncak, akhirnya pecah juga kemuakan dalam tangis dan teriakan membela diri saat itu. Sungguh, rasanya ingin marah sepuasnya tetapi ingat bahwa aku bukanlah binatang buas yang diizinkan bersikap liar.

Teriak! Itu yang pasti ku lakukan, karena suara di lingkaran lubang hitam sungguh sangat memekakan telinga hingga suaraku yang bahkan lebih kecil dari bisikan para penyanyi pun tidak mungkin terdengar.

Dengan teriakan itu, ku lantangkan apa yang sebenarnya terjadi; Apa yang ku rasakan hingga muak dan mampu berteriak seperti itu; Mengapa hal tersebut sampai ke pihak sekolah. Agar mereka semua menyadari, apa yang menjadi bebanku sampai saat itu bukanlah hal menyenangkan yang mungkin mereka bisa sebut itu permainan.

HANCUR!

Setelah kejadian itu, semua tidak lagi sama.
Kami dipanggil pihak sekolah untuk menjelaskan kronologis jelasnya. Tentu, tidak semua. Tidak mendetail, karena jika semua terbongkar mungkin akan berlanjut ke jalur yang lebih serius.

Mungkin keadaan agak sedikit membaik, tapi tidak berakhir disana. Bahkan setelah kejadian pemanggilan itu, lingkaran lubang hitam masih saja menjadi tidak menyenangkan. Bahkan kini, hal tersebut merambat ke para orang tua.

Aku diistirahatkan dahulu oleh pihak sekolah karena trauma yang dialami, Bukannya menanyakan bagaimana keadaan setelah kejadian itu, tetapi justru gertakan yang sampai hingga ke rumah. Beberapa teman berbaik hati menanyakan tentang bagaimana keadaanku saat itu, mungkin memang mereka telah menyesalinya. Namun, tidak dengan beberapa yang lain.

Hingga keributan berlangsung kembali (via telepon) saat mama tidak setuju jika aku masih berkomunikasi dengan mereka. Orang tua mana yang tidak patah hatinya melihat anak yang dirawatnya baik-baik justru diperlakukan tidak baik oleh orang lain.

Mama sangat marah di telepon dan menjelaskan bahwa sebaiknya mereka tidak menghubungi pemeran kembali. Bukan jawaban baik yang diterima, jutsru mama menerima sahutan dari wali salah satu pemeran lubang hitam dalam cerita ini.

Tidak terima, akhirnya mama memanggil siapapun wali tersebut yang meremehkannya di telepon. Mereka akhirnya bersahut dan meributkan masalah yang terjadi via telepon. Melihat hal tersebut, sontak ku menangis kejar karena tidak dapat menahan lagi emosi yang terjadi di antara semua orang. Mengapa harus banyaknya pertikaian di sekelilingku? Mengapa aku tidak dapat hidup layaknya remaja biasa dengan semua hal yang menyenangkan?

Setelah lulus, berakhirlah kisah menyedihkan di sekolah tersebut.
Namun tidak untuk 1 alasan, mama masih tidak menyukai para pemain lingkaran lubang hitam. Hingga dewasa, hal tersebut masih diingat pemeran utama dan sang mama. Itu yang menjadi penyebab sampai dengan saat ini pemeran tidak lagi dekat bahkan berkomunikasi dengan para pemain tersebut.
***

Bagaimana? Menyedihkan ya? Agak bertele-tele memang.
Tetapi, hal seperti itu perlu untuk tidak terlalu vulgar menceritakan hal yang sifatnya sensitive seperti ini. Lalu, kalian para readers tahu apa yang menjadi inti keseruannya?

Bahwa setiap pertikaian itu pasti ada yang kuat dan lemah. Yang kuat ialah yang mampu bertahan ”hidup” bukan melawan waktu dan sang rival. Sedangkan, yang lemah ialah yang bertahan dengan segala kekeliruan arah hidup tetapi berdalih itulah yang akan menjadi “penguasa”.

Hidup itu memang tidak selalu menyenangkan, tetapi tahukah kalian?
Pelajaran hidup seperti itu menjadi salah satu faktor yang justru membantu berkembangnya hidup seseorang.

Kenapa?
Kalian tahu Oma Oprah Winfrey? Ya, dia seorang talk show host sekaligus tokoh wanita yang banyak memberi inspirasi hidup bagi seluruh wanita di dunia.

Hidupnya sejak kecil tidak berjalan baik, tetapi ia punya tekad, keinginan, dan usaha yang keras serta positif sehingga mampu mewujudkan karakter dan cita-cita beliau hingga menjadi wanita berpengaruh saat ini.

Begitu pula dengan pemeran “aku” dalam cerita di atas. Siapa sangka?
Orang yang tidak pernah kita duga selama ini merupakan calon orang sukses, bisa saja tiba-tiba ia melejit lebih dahulu dari dirimu yang sejak awal sudah memiliki kehidupan baik dan menyenangkan.

Tidak semua orang diberkahi hidup yang baik sepertimu, tetapi tidak sedikit juga yang sudah memulai kehidupan pahit sejak dini.

Dari beberapa cerita di atas, mungkin kalian bisa menyimpulkan sendiri apa yang dapat kalian nilai. Tapi, ada beberapa pesan yang mungkin perlu ku sampaikan:

Bahwasanya, setiap manusia punya hak untuk melakukan apapun yang baik tidak terbatas waktu dan tempat. Seharusnya kita mendukung atau mungkin meneladaninya. Namun, jika tidak mampu cukup untuk mengapresiasinya dengan hal yang baik seperti dengan sebuah senyuman dan diam.
Serta hindarilah hal tidak baik yang dapat merugikan orang lain.

Seperti pesan Ali bin Abi Thalib:
Janganlah engkau mengucapkan perkataan yang engkau sendiri tak suka mendengarnya jika orang lain mengucapkannya kepadamu.”


            Bicara sih mudah, tapi bagaimana cara membedakan?”

Kalian pasti sudah paham, sudah hidup berapa belas tahun kan? Masa harus dijelaskan juga. Intinya, yang membedakan hal itu baik buruk bukan berdasarkan penilaian kita tapi harus dengan landasan. Apa landasannya?
Kalian orang beragama? Percayalah pada pedoman agamamu.

            Saya masih belum sepenuhnya memahami atau menjalankan apa yang diperintahkan agama”

Baik, jika begitu maka cukup dengan menjadikan moral sebagai pedomanmu. Belajar perlahan dari itu sembari pelajari hakikat pedoman agamamu, karena nilai moral jauh dapat kamu pelajari melalui pedoman agama.

            Saya atheis, lalu bagaimana?”

Kembali lagi, anda bisa belajar jadi pribadi yang baik dari nilai-nilai moral yang dapat kamu ambil mungkin dari berbagai sumber pustaka atau biografi orang teladan yang sukses.

Kita semua punya hak untuk jadi manusia seutuhnya. Jangan biarkan setan merasuk dan mengambil alih kendali tubuh dan pikiran kita. Diskriminasi itu bukan naluri manusia, bahkan hewan sekalipun tidak pernah ada sikap diskriminatif dengan sesamanya.

Kalian yang bersikap seperti itu, mau disebut apa? Sadisnya, setan berbalut wajah manusia atau manusia berlaku lebih rendah dari hewan?

Jujur, diskriminasi itu sangat kejam. Aku sangat membencinya hingga ke ubun-ubun. Siapapun di depanku yang melakukan itu, bukan membalasnya, justru aku akan merangkul kaum yang teraniaya darinya. Karena mereka butuh perlindungan dan butuh “tempat” untuk dapat berbagi keluh.

So, jadilah manusia yang seutuhnya manusia, ya. Karena Allah ridhoi manusia itu menjadi makhluk paling mulia.
Allah saja memuliakan manusia (yang berakhlak dan berbudi baik lagi beriman), lalu mengapa para manusianya yang justru menzalimi dirinya sendiri? Menjadikan dirinya rendah bahkan tidak bersifat seperti manusia? Na’udzubillahi min dzalik!

Sekian dulu ya untuk part blog kali ini, semoga dapat memberi manfaat dan menjadi kesan tersendiri bagi yang membaca.

“Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak.” (Ali bin Abi Thalib).


Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa 'atuubu ilaik.

Barakallahu lakum.


Salam hangat dari writer
Wassalamu’alaikum wr wb.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Just Intermezzo~~

Di Balik Mata

"Siapkah Menikah?" Part 2