Tunduk
Terlihat
saat ini, dunia bahkan lebih bodoh dari jaman jahiliyah.
Mengapa
tidak?
Ada banyak
hal yang ditata dengan rapi, banyak yang dirusak semaunya. Bahkan hal tersebut
melebihi apa yang dilakukan orang jaman dahulu dalam satu waktu.
“Jenius”,
mereka yang saat ini merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu peradaban
baru adalah hal yang benar. Ya, tepat sekali. Namun sadarkah? Benar dan baik
tidak selalu sama.
Kita
berusaha mengemukakan hal yang benar menurut pedoman cara pandang
masing-masing, tetapi (mungkin) tidak pernah dirasakan apakah itu sudah
termasuk hal yang baik atau tidak.
Sungguh,
rasanya aku hidup dalam diri yang berbeda saat ini.
Hati dan
pedoman yang ku imani meyakinkan ku untuk tetap berada dalam pagar aturan yang
menjaga tetap pada jalan yang benar. Tetapi mata ini menangis karena harus tahu
dan teradopsi pada hal-hal yang berubah saat ini. Ada apa ini?
Salah satu
hal yang ku tidak suka ialah seseorang yang melanggar kebaikan dalam firman
Allah di bawah ini:
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S. An-Nuur: 30-31)
Sering kali
ayat ini diperdengarkan untuk memuhasabah diri.
Namun,
tidak sedikit yang juga mengabaikan makna dari firman Allah ini. Tak benar rasanya
jika hal ini dikaitkan dengan era millenials. Apa yang membedakan? Toh apakah
setelah ini akan cukup banyak orang melanggar sehingga dapat dikatakan bahwa
mereka adalah era yang merugi?
Patah hati
ini rasanya bila banyak melihat fenomena yang terjadi saat ini. Jujur, saya
pribadi suka (memang) terkait hal yang berbau humoris-romantis, baik di dunia
nyata, perfilman, jurnalistik, dsb. Namun, itu tidak serta-merta saya ikut pada
arus millenials yang sepertinya banyak mengobral sebuah pertemanan dengan hal
yang tidak semestinya.
*****
Oke, itu
intronya…
Intinya
jaman sekarang tidak lebih baik dari zaman jahiliyah dulu karena tidak semua
mampu mengendalikan diri agar patuh pada sesuatu yang telah diperjuangan
Rasulullah terdahulu.
Termasuk
saya.
Sejak
kecil, saya sangat suka bermain, apalagi bermain outdoor dengan teman-teman random yang terdiri dari perempuan dan
laki-laki. Bagi saya, masa bermain itu menyenangkan walau memang kadang membuat
saya lupa pada kewajiban (saat itu). Terlalu asyiknya saya hingga (mungkin)
tidak mempedulikan lagi siapa di hadapan saya, apakah itu laki-laki atau
perempuan.
Saya akrab
dengan semuanya, bahkan laki-laki sekalipun.
Namun,
lambat laun saya banyak mendapat ilmu dari pendidikan sekolah islam (dahulu)
bahwa perempuan tidak dianjurkan untuk kontak berlebihan dengan yang bukan
mahramnya. Baiklah, saat itu bahkan saya belum paham benar apa itu mahram, yang
saya tahu bukan keluarga dan bukan sepasang suami-istri. Memang inti maknanya
sih tepat seperti itu ya, walau ada bagian yang kurang (yaitu makhluk sesame jenis,
wanita-wanita, pria-pria).
Hingga
akhirnya saya menemukan masa dimana saya TAKUT pada makhluk bernama LAKI-LAKI.
Entah
awalnya dari mana, yang saya ingat dulu pernah ada yang sampai mendekati saya
hingga mengganggu saya berlebihan hanya karena mereka ingin lebih dekat dengan
saya. Untuk kelasan anak SD, itu adalah hal yang….. tidak sesuai umur (kayak
nonton tv aja haha).
Saat upper
grade menjadi anak SMP, saya cenderung menjadi tertutup. Tidak tahu itu dapat
dikatakan trauma atau bukan, tapi saya jadi tidak menyukai jika ada laki-laki
yang berusaha mendekati saya apalagi dengan cara yang tidak baik. Apa sih cara
yang tidak baik?
Neror ke rumah, nelepon sepanjang hari (saat itu belum punya hp, jadi neleponnya ke telepon rumah via wartel XD), di sekolah sering gangguin, SKSD, bahkan ada yang sampai berantem, dan pernah mereka kirim surat kaleng gak jelas yang tersirat ada “ancaman” di dalamnya (bukan mereka, tapi oknum yang menjadi pembela masing-masing pihak penggemar itu).
Neror ke rumah, nelepon sepanjang hari (saat itu belum punya hp, jadi neleponnya ke telepon rumah via wartel XD), di sekolah sering gangguin, SKSD, bahkan ada yang sampai berantem, dan pernah mereka kirim surat kaleng gak jelas yang tersirat ada “ancaman” di dalamnya (bukan mereka, tapi oknum yang menjadi pembela masing-masing pihak penggemar itu).
Hal itu
yang sangat tidak ku suka.
Masih
piyik, ngomongin hal yang gak penting? Kagum atau suka wajar, tapi gak perlu
over seperti itu. Sejak saat itu saya merasa dunia sudah tidak lagi sehat. Bhakna
untuk anak seusia SD saat itu.
Selama masa
remaja, saya masih digandrungi ketakutan itu. Jangankan untuk bisa bermain
bersama lagi seperti dahulu, bahkan untuk sekedar menyapa lalu menghampiri
rasanya saya segan. Mereka memang baik sekali, tapi rasa percaya saya sudah
terlanjur ditutupi oleh ketakutan yang aneh itu terhadap laki-laki.
Lebih
banyak mereka (teman dan rekan laki-laki) yang memulai setiap percakapan,
terutama bagi mereka yang belum begitu dekat denganku. Namun, jika saya sudah
merasa cocok berteman dengannya, biasanya saya akan welcome dan mampu
membalikkan keadaan dari dingin menjadi hangat. Dari yang bahkan tidak
tersenyum sekalipun, saya bisa berani untuk menoleh jika dipanggil. Jika ada
forum, saya pun bisa berani untuk memulai pembicaraan.
Lebih
menyenangkan bagi saya rasanya bila saya bisa menjadi diri saya sendiri tanpa
harus membuat siapapun merasa tertarik (berlebihan) pada saya. Cukup untuk
menjadi teman bicara, berbagi ilmu, berbagi lelucon, itu sudah cukup bagi saya.
Dan TIDAK untuk GOMBALAN!
Itulah, Intermezzo sedikit kisah yang mungkin tidak perlu banyak diceritakan~
Itulah, Intermezzo sedikit kisah yang mungkin tidak perlu banyak diceritakan~
Namun, rasanya saat ini sungguh terbalik.
Kini, baik
laki-laki maupun perempuan tidak ada yang sungkan untuk saling terbuka menebar
pesona dan sapaan dimanapun mereka berada. Bahkan cara mereka bercanda
terkadang bisa melampaui batasan pertemanan. ITU TIDAK WAJAR (buat saya).
Terserah
ya, saya mau dianggap kolot, so’, atau apa.
Tapi itulah
kenyataannya, bahwa tidak sedikit dari berlebihannya sikap demikian
menjerumuskan banyak orang pada masalah baru. Alasannya menyesuaikan keadaan
anak muda jaman sekarang. Menyesuaikan era saat ini. Tidak boleh memandang
sesuatu secara sempit.
Ya.. Ya..
Ya…
Terserah
mau dibilang apapun, itu tetaplah keliru (menurut pandanganku), karena cukup
lama aku bersekolah di sekolah agama dan ku rasa banyak guru yang mengajarkan
bahkan menyinggung soal ini. Kita boleh bercanda dengan siapapun, tetapi dalam
taraf yang wajar. Jika itu sudah mengganggu pribadi, sebaiknya dilepaskan dan
dijauhi.
“Hai cewek,
cantik-cantik sendirian aja nih.”
“Hehe iya
nih bang, masih jomblo jadi sendiri aja.”
“Boleh nih
abang temenin.”
Paham gak
dengan kalimat percakapan di atas? Paham kan…
Dulu,
jamannya anak-anak tahun ’90 sepertinya setelah dapat sapaan yang seperti itu,
kami langsung menunduk dan berusaha segera pergi. Namun, ini tidak.
“Pagi,
cantik.”
“Pagi juga,
ganteng.”
“Udah
makan?”
“Alhamdulillah
udah, dirimu?”
“Udah juga.
Ih hari ini makin cantik aja deh kamu.”
“Haha bisa
aja.”
“Serius
aku, kamu cantik banget.”
“Iya
ganteng, terima kasih ya.”
See?? Ini pun berdasarkan hasil survey ini. Yaa.. survey alakadarnya sih, bukan penelitian mendalam menusuk ke lubuk hati (eh)
hehe.
Hmm aku
cukup jengah! Tidak semua orang seperti itu tetapi tidak sedikt juga yang
demikian.
Hasil
kajian dan survey menemukan bahwa sebagian besar dari mereka menyatakan hal
demikian itu hanyalah sebuah LELUCON. Ya, lelucon yang sangat tidak lucu. Biar
gak kaku? Ya kalo mau bikin gak kaku, bisa kok gak harus menjerumuskan diri.
Entah apa yang terpikirkan di atas pikiran baik mereka. Tapi, jika aku yang
mendapatkan hal tersebut, sungguh, hanya ucapan doa dan puji syukur kepada Allah
yang akan ku sampaikan. Setelahnya? Tidak mau ikut campur lagi, malas~~
Saya anti
gombal gombal macam anak labil kayak gitu.
Jika ada
yang menggombal, jawaban saya hanya senyuman dan berusaha untuk tidak membalas
dengan hal yang sama. Bahkan mengubahnya menjadi lelucon lain yang justru
membalikkan keadaan dan bersikap dingin.
Ya, saya
terkenal dengan “keangkuhan senyumnya” dan “si wajah dingin”.
Karena
memang anatomi rangka wajah saya seperti ini. Bahkan saat saya sedang tidak
marah pun dibilang jutek-_-“ Itu sih yang terlihat aja. Beda kalo udah kenal.
Eaa~~~
Saya gak
perlu menjelaskan diri saya siapa. Yang udah kenal mungkin tahu saya seperti
apa, terutama sesame perempuan ya. Karena saya gak takut sama perempuan, jadi
mau caring pun gak masalah. Mereka teman-teman perempuan saya sudah saya anggap
sebagai saudara saya sendiri (yang sudah dekat dengan saya, ya). Begitupun sebagian
wanita di luar sana, mereka mungkin prefer untuk caring kepada sesama perempuan.
Saya tidak ingin bahas gender disini, tetapi prinsip kita yang berbeda ya.
Bergaul
dengan laki-laki maupun perempuan diperbolehkan. Tetapi, tetap pada alur sesuai
kaidah yang telah ditentukan.
Wahai orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allâh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar
(jujur).” (Q.S. At-Taubah/9:119)
Sungguh
berat rasanya bila merusak apa yang telah diperintahkan, memancing hal-hal
tidak baik dimulai dari hal yang dianggapnya biasa. Menjadikannya sebuah
kebiasaan yang lumrah padahal tidaklah benar.
Dan bersabarlah kamu bersama dengan
orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap
keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena
mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang
yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (Q.S. Al-Kahfi/18: 28)
*****
So…
Saya
pribadi mohon maaf bilamana ada yang tersinggung dengan apa yang saya utarakan
disini. Bahkan saya pun memohon maaf bila raut wajah saya yang tidak sesuai
dengan kehendak kalian ini pernah membuat jengkel. Maaf, bukan maksud saya
menjadi angkuh dan senantiasa menunduk seperti orang sedang mencari koin di tanah, yang bahkan
tersenyum pun terlihat sangat sulit.
Namun, saya
berusaha untuk lebih menjaga apa yang saya pandang. Bahkan mungkin saya takut
untuk salah pandang. Saya senang tersenyum tapi bahkan senyum saya tidaklah
semanis gula aren yang dicairkan dalam es kelapa muda yang segar. Jadi apa
adanya saya, Inilah saya. Saya hanya berusaha menjadi diri saya yang sederhana,
tidak banyak dikagumi, dan tetap menenangkan siapapun yang menjadi kerabat
serta saudara saya. Apapun itu, usaha saya hanya untuk menjadi hamba yang lebih
baik di mata Allah sesuai ajarannya dan menjadi orang yang baik dan benar walau
terkadang flat karena segi humoris-romantis saya yang minimalis. Ceileh~
Tapi benar kok,
saya mah bukan apa-apa dibandingkan mereka yang saat ini banyak "bersinar" di
luar sana. Apapun itu, jika kita selalu syukuri pasti akan terasa sangat cukup.
Bahkan tidak harus mendapat lebih untuk memuaskan hati. Terkadang memang suka
iri sih ehehe. Tapi apa daya, aku ya aku, yang tidak lebih dari manusia dingin
yang tetap saja orang lain menganggap cover
ku seperti ini.
Bersyukurlah,
setidaknya saya tidak jadi bahan gombalan maut orang lain lagi, hehe…
Cukup
pengalaman yang menjadi gambaran jika harus ikut terlarut dalam era yang cukup
sekuler saat ini. Dan cukup Allah bagi penenang hati yang gundah dengan semua polemic
dunia.
Tidak ketinggalan,
cukup kamu wahai calon imamku yang masih dirahasiakan Allah untukku,
satu-satunya laki-laki yang akan aku terima dengan senang hati semua pandangan
dan gombalan mautmu walau mungkin ku tak terbiasa dan bahkan menjadi garing
hehe. Cukup engkau satu-satunya orang yang bisa mengubah takutku terhadap
laki-laki non muhrim di luar sana menjadi bagian dari halalku.
Sekian
episode kali ini, salam buat kalian yang membacanya :)
Jazakumullah
khayr.
Komentar
Posting Komentar